AYOOOO….SEKOLAH

“tanggal 25 November tuh hari apa yah ?”

“hari Rabu”

“Hari Guru”

“Hari Guru ???”

“iyeee..Hari Guru, harinya emak gue, bapak gue dan guru-guru yang lain se-Indonesia”

“kok kita nggak libur ? bukan hari libur nasional yah ?”

“huuu….itu sih maunya kita-kita biar bisa libur tanpa potong cuti..hehehehehe”

Obrolan singkat ketika sedang menyeruput kopi pagi saya itu mendadak memunculkan pertanyaan di kepala saya, “kenapa Hari Guru tidak dijadikan hari libur nasional yah ? Apakah kedudukan Hari Guru tidak sama pentingnya dengan hari raya besar keagamaan atau hari raya kemerdekaan bahkan perayaan tahun baru ?  Komponen apa gerangan yang bisa membuat sebuah hari untuk memperingati sesuatu dikategorikan sebagai hari libur nasional ? Mereka yang merayakan hari besar keagamaan dan tahun baru bukankah juga pernah merasakan diajar oleh Guru ? Mereka yang punya kewenangan untuk menetapkan hari libur nasional bukankah juga pernah mengecap bangku sekolah ? Argh…mungkin saya yang terlalu naïf dan malah sibuk mempertanyakan hal-hal itu.

Anyway, masih erat hubungannya dengan Guru, tanggal 25 November kemarin, Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan putusan terkait perkara ujian nasional dengan para pihak adalah Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding). Isi putusannya sendiri adalah menolak permohonan kasasi pemerintah. Demikian sehingga (katanya) UN sudah tidak boleh dilaksanakan lagi di sekolah-sekolah.

Saya sendiri termasuk angkatan #orbabanget (twitter sempat rame banget dengan topic ini) yang tidak merasakan deg-degan mampus ala anak ABG SMP dan SMU jaman sekarang karena di jaman saya kelulusan masih dihitung berdasarkan hasil Nilai EBTANAS Murni (NEM) dan nilai STTB yang merupakan nilai rata-rata dari sejak kelas satu sampai tamat (iya…iya….saya emang angkatan orba, trus napeee ??? *ditimpuk massa karena terlalu nyolot*). Jadi dahulu NEM itu hanya dipakai sebagai standar untuk memasuki tingkatan sekolah selanjutnya, tapi tidak sebagai penentu kelulusan. Paling kalau NEM-nya kecil jadi tidak bisa masuk sekolahan favorit. Entah apa yang mereka maksud dengan sekolah favorit. Tapi sepengetahuan saya sih, sekolah favorit adalah sekolah yang diminati oleh orang banyak baik oleh (calon) siswanya maupun oleh orang tuanya yang karenanya menetapkan standar NEM (pada jamannya saya tentunya) yang cukup tinggi dan buat yang tidak memenuhi standar itu tapi tetap (keukeuh) pengen masuk, biasanya harus nunggu satu semester berlalu baru bisa masuk dan (tentunya) dengan membayar biaya tambahan yang namanya uang bangku atau biaya pembangunan atau apalah itu namanya dan pastinya tidak murah !!!

Okay, back to topic, kalau menurut saya (cie…..soktahu bener pake ngasih pendapat), mau ada ujian nasional atau tidak, selama ujian nasional itu tidak menjadi satu-satunya standar kelulusan sehingga tidak mengabaikan proses pendidikan yang sudah berjalan sebelumnya sih ya ok-ok saja. Sepengetahuan saya (setelah sedikit mengintip Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional), standar nasional pendidikan nasional terdiri atas isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Nah, kalau standar kelulusan sendiri hanya mengacu pada ujian nasional, tanpa memperhitungkan proses yang telah dijalani oleh pendidik dan siswa serta standar lainnya, jadi yang menjadi dasar pelaksanaan ujian nasional tuh apa ? Selain itu, setinggi apapun standar yang ditetapkan, kalau soal masih bisa dibeli, bangku masih bisa dibeli, rasanya kok yah sia-sia saja, hanya pemborosan anggaran belanja negara saja tapi tidak memberikan hasil yang signifikan.

Note : Presiden baru saja mengumumkan kenaikan gaji untuk guru tetap dengan kenaikan sebesar Rp. 250.000,-. SELAMAT WAHAI BAPAK DAN IBU GURU. Semoga menjadi kado yang indah di Hari Guru.

33 Comments

  1. yup, menurut gue gaji guru harusnya lumayan gede. soalnya kerjaan mereka kan ga cuma duduk di belakang kompi doank. lagipula, melihat jaman masih sekolah dulu, gaji mereka yg kecil membuat merka harus mencari sampingan. ada yg pake cara halal dengan ngadain les, ada yg ga halal dengan menjual paksa LKS, atau ngadain les dengan paksa juga. alias kalo yg ga ikut les ga bisa dapet nilai 8 di rapor (beneran, terjadi di sekolah gue).

    dan… pokoknya gue masih ga setuju sama UN.

    • makanya jarang yang mo jadi guru, le’…alasannya sih karena ga pinter ngajar, padahal karena gajiya kecil. hehehe

    • gue sendiri pengajar dan gaji gue gak lumayan gede 😦 yang ada pemotongan dan penghutangan dari perusahaan.. miris! hikz…

      hikz..

      kok gue jadi mewek gini :((

      dan kadang gue berpikir: gue dibayar segini, gue kasih siswa gue harga segitu aja.. tapi hati kecil gue menolak.. gue harus beri siswa gue yang the best walaupun gue di bayar gak the best.. 😦

      • eh, ini gwa lagi barengan sama anak2 UNJ yg emang calon2 guru. tapi mereka emang rada extraordinary sih bidang ngajarnya. guru senirupa. mereka mungkin bisa dianggap guru yg lebih ‘sejahtera’, karena mereka ngajar multimedia, ngegambar, nge-desain. pokoknya bidang kreatif lah. dan rata2 jadi guru di sekolah swasta.
        still, gwa juga dapet cerita gimana susahnya transfer ilmu dan kenapa anak2 yg mampu aja yg boleh dapetin ilmu mereka. ahirnya mereka bikin kumpulan sendiri, ngepos di jl kayu manis 2 no. 12. ngajar bikin sablon, lukis, semacem itu lah. buat gwa, mereka guru yg guru sekali. tapi gwa suka guru macem Huang yg ngasih total ke murid2nya tanpa mengindahkan berapa duit dia dibayar. buat gwa, satu2nya profesi yg nggak melacur cuma guru. my jempol to all guru2 bener di seluruh dunia…

    • #Macangadungan
      Sekarang ini kesejahteraan guru lebih baik. Guru yang sudah sertifikasi dpt tunjangan senilai gaji. Jadi…gajinya 2x lipat. Masalahnya…. gk semua guru sudah bersertifikasi…

  2. Gua sempet nonton TVone yg mengbahas tentang putusan MA mengenai Ujian Nasional.
    Gua setuju dengan Imam Prasejo (moga2 gua ga salah nama, maklum nama orang adl kelemahan gua) dia mengatakan uang mengeluarkan ujian nasional udah memenuhi standar belum.

    Sekarang bagaimana dengan sekolah yang buku-bukunya aja tidak lengkap…oh itu masih buku yang gurunya cuman 1 orang untuk semua pelajaran dan semua kelas…apakah siswa-nya bisa memenuhi ujian nasional….????

    Pemerintah aja belum men-standard kan fasilitas pendidikan secara merata tp untuk ujiannya diterapkan secara merata…. HELLLOOOO!!!!!*ambuk*

    Jangan hanya kota2 besar yang dijadikan indikator untuk standar pendidikan.

    Kadang gua mikir negara ini tuh SOOOOKKKK!!!…sok standar internasional lah….sok ngikutin Amerika lah…sok keren lah…sok metropolitan lah…sok apa lagi lah!!! Yang pasti sok ikut negara maju!!!

    Arrrgghhhh udah buat buat comment panjang2…ga usah deh nulis yg serius2 gini napa…..eeeerrrggghhhh

  3. Kalo gw sih maksud angkatan transisi orba, soalnya UAN itu pertama diimplement di tahun gw 😀

    Iya UAN mesti direvisi dan dipertimbangkan ulang, soalnya ga bisa mensamaratakan orang-orang untuk excel in many things, lagian.. soal matematika sekolah kita termasuk TOP susahnya didunia 😀

    Mana sekolah di tiap daerah macem2 kompetisi, standar, acuan dan kondisinya 😦

    And Tidak Lupa,
    Thank you guru-guru, dosen, asisten-dosen, mentor, blogger, demon, devil, Iblis yang sudah mengajarkan banyak hal.. happy teachers day

    • nah itu dia…buat apa membuat standar kalo toh nantinya mata pelajaran yang dujikan pada saat masuk kuliah tidak terpakai ?

  4. gaji guru naik atas ijin pemerintah, bahan pokok juga naik tanpa perlu minta ijin “yang penting kalo gaji guru, pns dan pegawai naik, gw naik juga ah” timpal bahan pokok.

    itu baru bahan pokok, blon lagi minah, ongkos angkot, buku, sepidol, listrik, pdam,

    nasieb… nasieb…

  5. Gw sempat berpikir, betapa beruntungnya gw yg masuk kategori produk pendidikan Orba, yang dikatakan sebagai pendidikan “pasti lulusnya”! Pernah ikutan UMPTN? Pantesan kalo anak sekarang banyak gak lulus SMA, wong soal ujian Matematika UMPTN malah lebih gampang daripada ujian Matematika Ebtanas! Sinting!!

    Demi masa depan anak-anak gw nanti, gw sangat mendukung Ebtanas ditiadakan! *nyolot.com*

  6. Oalaah… kebiasaan berbahasa hukum nih si Mbak…cq…. cq… cq… sembari tak lupa mengutip Undang-Undang blabla…. Hmmm, I salute you.. 🙂

    Soal UN, apa yang bisa saya katakan, lha wong saya juga produk Orba yang saban tahun kelulusan siswa mendekati sempurna, 100%, Kcuali kamu oon banget atau ngga ikut EBTANAS atau punya masalah sama kepsek..baru deh bisa nggak lulus..

    Tapi kalo mau coba berempati, tanpa terjebak gaya berpikir orang yang sok lebih tua, sok lebih berpengalaman, kasian memang adik-adik yang harus berjuang keras menghadapi UAN ini. Saya malah berpikir, kenapa harus ada yang nggak lulus..bukankah itu hanya akan menghambat langkah maju generasi penerus bangsa ini? Kenapa ngga begitu melewati setiap tingkatan sekolahnya, terus dilulusin aja semua. Toh yang lebih penting adalah apa yang mereka pahami selama 6 tahun atau 3 tahun belajar dibangku sekolah dan bukan apa yang mereka tulis dalam 1 atau 2 jam pelaksanaan UAN itu. Iya toh..iya toh?

    • hahaha, kbiasaan uda…ga brani nulis sesuatu tanpa dasar atau referensi apapun. minimal saya tau yang saya omongin itu apa.

      setuju banget uda’…hasil tidak selalu lebih penting dari proses, toh hasil juga bagian dari proses. kalau memang mau segalanya terstandarisasi, harusnya juga kita ikutin aturan yang ada, nah, proses itu kan termasuk standar umum pelaksanaan pendidikan nasional. kenapa diabaikan ?

  7. kalo gwa bilang keknya yg harus lebih ‘dihajar’ keras itu anak2 sekolahnya deh nyu. terserah la sistemnya kek gimana. yg penting anak2nya digelitik terus otak dan ‘rasa’nya biar ada empati, biar liat sekeliling, biar ga pake kacamata kuda. dengan kata lain, mereka harus kek Spartan yg tangguh ngadepin musuh berapa ribu pun. termasuk sistem pendidikan, bullying dari kakak kelas dan belagunya sekolah paporit, tirani guru killer, dan sumbangan macem2 yg ga penting tanpa kehilangan minat belajar. berat memang, tugas guru, untuk bisa ngasah muritnya kek gitu. dan cuma guru yg hardcore, yg gajiannya tiap tiga bulan sekali (itu pun kalo kurirnya ga lupa), yg sekolahnya pun harus dia bangun sendiri, yg kelas terdekat adalah 3 gunung kemudian, yg bisa kek gitu. dan cuma murit yg ngerti betapa tu guru tulus mendidik (bukan cuma ngajar) yg bakal bisa punya sikap hardcore.
    still, gwa percaya kalo guru ada di tiap helaan napas, di tiap lirikan lewat sudut mata dan di tiap pengkolan gang. semua bisa kita jadiin guru karena guru adalah lebih dari sekedar profesi.
    dan ortu lu terbukti sebagai sepasang ‘guru’ yg baik buat elu (=

    KOMENG GWA UDAH KELIATAN SERIYUS BLOM?!

  8. saya ndak mau komen njelimet mbak, sebagai yang dulu pernah merasakan UN. Tahu sendiri lah gimana tabiat pelajar. Kalau UN ndak ada “tekanannya”, nanti malah pelajarnya santai-santai, prestasi drop. Nah, kalau UN dikasih “tekanan”, ealah…pelajarnya malah nyontek! Dilematis toh?

  9. Saya setuju. Saya tetap pengen UN dilaksanakan. Kalau sampai ditangguhkan, berapa uang yang jadi mubazir untuk menyiapkan UN tahun ini tapi kemudian harus dibatalkan.

    Saran saya, UN tetap dilaksanakan. Tapi tujuannya dalam PP no. 19/2005 itu harus diubah, yaitu cuma untuk pemetaan mutu pendidikan untuk kemudian pemberian bantuan kepada satuan pendidikan yang standar mutunya masih rendah.

    Bukan untuk menentukan kelulusan peserta didik dan standar penerimaan di jenjang pendidikan selanjutnya. 2 tujuan ini sebaiknya ditiadakan sementara sampai semuua satuan pendidikan yang kita punya memiliki standar mutu yang merata. Bukan berat sebelah seperti sekarang.

  10. iya emang aneh kalo unas jadi satu2nya patokan kelulusan ya… bagus lah kalo udah direvisi.

    tentang gaji guru, kalo gurunya di sekolah internasional kayaknya gajinya gede banget tuh… 😀

  11. Sedikit sekali ya kenaikannya 250rb. Tp tak apalah, apa yg ada disyukuri dulu. Mudah2an tahun depan naik lagi. Memang sedih klo ingat guru2 saya dulu, ada yg maksa gue suruh ikut les, ato ada yg minta hadiah ke gue. Mo gimana lg, gajinya kecil.

    Klo menurut saya, hari Guru disamakan sj dgn Hari Pendidikan, jd klo mo libur bisa sekalian. Nanti semua minta libur, hari pahlawan minta libur, hari ibu minta libur, hari Kartini jg minta libur. Hihii…
    Kebanyakan libur jg ga enak, roda bisnis bisa macet. Ato gw aja yg gila kerja? Hahahaha…

    Saya jg tidak setuju dgn UN. Standar proses belajar tiap propinsi jelas kan gak sama. Masa siswa di Papua sana yg ga punya komputer, yg ga ada internet, yg buku aja ga lengkap, hrs ikut UN yg sama standarnya dgn siswa di Jkt yg semuanya serba lengkap. Menyiksa siswa itu namanya. Pantas saja anak sekolah pada stress. Gue bersyukur gw dulu di jaman OrBa, ga pusing kek siswa sekarang.

    Btw say, betul banged tu siswa2 yg awalnya ga bs masuk sekolah fave krn nem kurang. Mereka pasti deh masuknya di semester berikutnya. Pantas aja dulu sekolah saya kelasnya ga full, selalu ada 5 bangku kosong. Ternyata itu utk anak2 pindahan yg “maksa” pengen sekolah di situ. Duh klo saya malu jadi siswa loncatan begitu. Untung dulu nem-nya cukup jd bisa masuk sma favorit. Tp klo pun ga cukup, saya akan tetep setia di sekolah lama, ga sudi pindah2….

    Last..
    Naikkan lagi dong gaji guru. At least 50%.

  12. hihihihi…berarti kemarin itu juga termasuk hariku dong frozz…walaupun cuman ngajar seminggu sekali tetep aja sebutannya guru kan 😛

    kalau pemerntah naikin gaji guru2 yg PNS, siapa tau juga bisa memberikan himbauan kepada univ swasta untuk menaikkan gaji dosen2 terbang seperti diriku…hihihihihi 😀

  13. selamat untuk semua pahlawan tanpa tanda jasa indonesia.. 🙂

    tapi menurut gw ada bagusnya jg sih pake ujian nasional, biar generasi muda bangsa kita bener-bener tersaring, mempunyai intelektual yang tinggi dan bukan asal lulus aja. Tapi yah.. kita liat aja, semoga keputusan ini membawa perubahan yg positif untuk perkembangan pendidikan di indonesia
    *ngomong opo to yo yo* 🙂

  14. meski kenaikan 9aji 9uru tidak terlalu tin99i tapis etidaknya ada kemajuan..
    smo9a d9 perubahan UN ini tidak menyulitkan la9i…

    ** jen9,maafkan daku yah,jadi nda enak dakunya,maaf yah.. ??

  15. Never talk about salary. I’m a Rp.200.000 paid teacher/ month. Slain itu saya jg hrs biayain bbrp siswa asuh dg anggaran Rp.260.000/ bulan untuk buku & alat tukis mrk. tpi saya njoy dg mengajar. It’s all about what we’ve given. Not about what we’ve received! Jayalah pendidikan Indonesiaku! Tambahin donk dari APBNnya…..

  16. Saya malah sebelum jaman NEM itu Nye’ …

    But eniwei …
    Selamat Hari Guru …
    (telat yak ?)

    Salam saya

  17. iya kenapa sih, gak dibikin libur nasional aja
    guru itu kan pahlawan kita semua, yang membimbing dan mengarahkan pada sesuatu hal yang membuat kita menjadi maju dan lebih baik lagi…

    *berharap banyak liburan, lumayan buat nambah cuti* he2

    kalo masalah UN, gw setuju deh ma lw 🙂

  18. if u want to be rich and happy,dont go to school(robert T. kiyosaki)..yah karena sekolah sedikit sekali memberikn apa yg ingin sekali kita ketahui tapi banyak memberikan apa yg tdk ingin ketahui.(soichiro honda)..makanya bu..pak..mari kita dukung ayah edi:INDONESIAN STRONG FROM HOME!!selayaknya pendidikan itu beranjak dari rumah dan sekolah hanya ketika anak kita tidak mendapatkannya dari luar sekolah.

Leave a reply to Eru Cancel reply